Pages

Minggu, 28 Maret 2010

Mahasiswa Jangan Takut Jadi Wartawan!

Diskusi Buku "Uninhibited, Robust, and Wide-Open: A Free Press for a New Century"

Jakarta, 12 Maret 2010.Bertempat di Grand Ballroom A, Hotel Aryaduta beberapa mahasiswa Fikom Untar menghadiri sebuah diskusi buku yang diselenggarakan oleh Toko Buku Times Indonesia, bekerja sama dengan Universitas Pelita Harapan (UPH), The Jakarta Globe dan Matahari Group yang bertajuk "Uninhibited, Robust, and Wide-Open: A Free Press for a New Century" oleh Lee. C. Bollinger. Diskusi ini dihadiri para jurnalis dari berbagai media,  tamu undangan khusus dan mahasiswa. Mahasiswa Fikom Untar yang hadir antara lain Petricia Yuvita, Rudy, dan Chrestella.


Bollinger seorang ahli hukum, sekarang menjadi rektor Universitas Columbia, Amerika Serikat. Bollinger mengemukakan beberapa hal yang diperlukan demi kemajuan media pers pada abad 21. Hal ini dikaitkan dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat serta globalisasi yang terjadi.

Adapun yang hadir sebagai panelis untuk membahas buku ini antara lain: Endy Bayuni, Pemimpin Redaksi Jakarta Post; Ezki Suyanto, Perwakilan dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI); Andreas Harsono, Ketua Yayasan Pantau; Lin Neumann, Penasihat Redaksi Jakarta Globe; serta John Riady, Redaktur Lepas Globe Asia dan dosen Fakultas Hukum Pelita Harapan (UPH). Acara ini dimoderatori oleh Prof. Dr. Tjipta Lesmana, dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UPH.

Diskusi dilakukan dalam dwi bahasa, bahasa Inggris dan Indonesia. Namun bahasa Indonesia sangat sedikit dipergunakan. Satu per satu panelis mengupas buku ini dari berbagai sisi, dikaitkan dengan kondisi di Indonesia saat ini.

Diawali oleh Endy Bayuni, yang menekankan bahwa di jaman teknologi seperti ini diperlukan adanya kesadaran; baik dari jurnalis maupun masyarakat untuk tidak dimanfaatkan oleh globalisasi yang terjadi serta tetap maju memperjuangkan kebebasan pers. Dia melihat betapa dunia pers saat ini seolah 'dianiaya' oleh pemerintah maupun hukum yang berlaku. Seringkali sensor yang dilakukan oleh pemerintah malah berakibat merugikan.

Dilanjutkan oleh Ezki Suyanto, dirinya menekankan bahwa baik AJI maupun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merasakan bahwa undang-undang di Indonesia membahayakan para jurnalis, seperti UU ITE, UU Pornografi, maupun yang masih berupa rancangan undang-undang. Banyak juga kekerasan yang menimpa para jurnalis, ada yang dibunuh dan disiksa. Selain itu, dirinya menyampaikan, dilema mengenai jurnalisme blog pun turut diungkap dalam buku ini.

Hal lain disampaikan Andreas Harsono, makin bermutu jurnalisme suatu negara makan makin bermutu masyarakatnya. Dia juga memaparkan perbedaan antara undang-undang mengenai media di Amerika dan di Indonesia. Bahwa di Amerika ada perlindungan dari pemerintah terhadap media maupun bisnisnya, hal ini disebut sebagai Constitutional Cocoon. Jadi, perusahaan maupun medianya bak kepompong, terlindungi oleh konstitusi. Poin terakhir yang disampaikan Andreas menyinggung kebebasan berekspresi dan pers di Amerika yang dibandingkan dengan pasal 28F UUD 1945, yang dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara spesifik mengenai pers.

Lin Neumann  menyampaikan kebebasan pers dalam masyarakat global. Bahwa bukan hanya para jurnalis, namun masyarakat pun harus tahu apa yang salah dan benar tentang perlakuan pemerintah terhadap dunia pers. Neumann yang sudah banyak makan asam garam dalam dunia pers di Asia, dari China sampai Thailand mengatakan bahwa setiap negara memiliki kebebasan pers namun situasi dan kendala yang dihadapi berbeda di setiap negara. Seperti pers di Thailand yang kerap dimanfaatkan oleh para politisi, atau para insan pers di Filipina yang rentan terhadap kekerasan. Sedangkan menurutnya, kebebasan pers di Indonesia sangat besar namun perlu kehati-hatian ekstra dalam menuliskan hal-hal terkait isu SARA.

Panelis terakhir, John Riady menyampaikan beberapa poin untuk mewujudkan pers yang bebas, kokoh dan terbuka seperti judul buku Bollinger. Pertama, mekanisme mengenai sanksi perdagangan serta hak asasi yang dipengaruhi oleh badan legislatif maupun yudikatif. Kedua, bagi para jurnalis dalam menggunakan data-data terkait kepentingan publik harus mampu membuktikan keabsahan data tersebut. Jadi pers tidak hanya bebas, tapi bertanggung jawab tanpa melupakan hak privasi dan informasi. Ketiga, memajukan pendidikan dalam bidang jurnalisme sehingga menghasilkan jurnalis yang terdidik dan kompeten.

Dalam sesi tanya jawab, banyak pertanyaan yang berhubungan dengan intervensi bisnis media terhadap bagian redaksional. Independensi isi media yang hadir, yakni The Jakarta Globe dan The Jakarta Post pun diuji. Satu poin penting yang diungkapkan Andreas Harsono dalam sesi ini, bahwa media di Indonesia dari Sabang sampai Merauke dimonopoli oleh konglomerasi media dari Jakarta dan Surabaya. Berita-berita lokal di luar Jawa seringkali terabaikan oleh isu-isu yang dianggap berita oleh media di Pulau Jawa.

Selain itu, poin penting lain diungkapkan Endy Bayuni mengenai buku ini, tertulis  bahwa setiap orang dapat turut serta membantu kebebasan pers. Bukan hanya jurnalis saja, tetapi semua orang, termasuk kita sebagai mahasiswa. Rudy, mahasiswa Fikom Untar menjadi penanya yang mengomentari hal ini dan menjadi sorotan hangat bagi panelis dan pembicara. Mari bantu tegakkan pers yang bebas tapi bertanggung jawab! (Chrestella).

Berburu Foto di Kota Tua

Unit Kegiatan Mahasiswa Fikom salah satunya adalah klub fotografi. Sebagian mahasiswa Fikom Untar tak asing lagi dengan nama I(eye)-Focus. Sabtu, 13 Maret 2010, I(eye)-Focus Fikom Untar mengadakan acara berburu foto perdana yang diadakan di daerah Kota Tua. Kegiatan ini diikuti oleh 23 mahasiswa FiKom Untar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fotografi dan menjalin keakraban di antara para anggota.

Kegiatan ini dimulai sekitar pukul 10.20 WIB, dan dibuka dengan pengarahan dari ketua pelaksana, Marison Hutabarat.

Selesai memberikan pengarahan, rombongan segera menuju daerah Kota Tua. Setibanya di sana, para anggota dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil, dan diinstruksikan mengenai foto-foto apa saja yang harus diambil.

Acara ini sangat menarik. Di sela-sela pemotretan, masih terdengar canda tawa di antara para anggota. Acara ini berlangsung sampai sore hari sekitar pukul 16.00 WIB, dan ditutup dengan foto bersama. (sc)

Peringatan Maulid Nabi di Desa Karangpatihan


Stasiun Solo Balapan, pijakan kaki pertamaku di kota Solo. Hari itu tanggal 27 Februari, pukul 06.00 pagi. Aku tidak sendirian, ada tiga teman satu fakultas dan satu dosen menemaniku. Yolanda Tabitha, Ulfah Nurfauziah, Layly Hasanah dan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi; Suzy Azeharie. Aku juga datang bersama beberapa anak dari Fakultas Psikologi.

Kami datang ke Solo untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Karangpatihan, Ponorogo. ’Pengabdian Masyarakat’, judul kedatangan kami. Perjalanan menuju desa memakan waktu tiga jam.


Setibanya di desa, kami disambut sebuah gapura bertuliskan Resik, Endah, Omber, Girang gemirang yang jika disingkat menjadi Reog. Cuaca di Desa Karangpatihan kurang bersahabat, udara panas dan sedikit angin. Padahal kami datang disaat musim penghujan, banyak pepohonan dan sawah-sawah menghijau. Dengan tiga buah gunung tinggi yang memeluk awan. Gunung Guwo, Gunung Lambung, dan Gunung Rajeg Wesi.


Namun pada tahun 1965, hutan jati milik Perhutani yang menutupi tiga gunung ditebang dan ditanami palawija. Hal ini mengakibatkan tidak
adanya daerah resapan air. Musim kemarau menjadi musim kekeringan bagi desa ini, sangat sulit untuk mendapatkan air, tanah-tanah pun menjadi tandus dan kering.

Kami lalu berbincang dengan Kepala Desa, Daud Cahyono untuk mempersiapkan acara malam hari. Di sela menunggu acara yang dimulai pukul 19.30, kami menghampiri sebuah rumah penduduk yang siang itu ramai dipenuhi para ibu dan anak-anak. Pemilik rumah, Ibu Mariyem bercerita sedikit mengenai desa yang kami datangi. Kata Mariyem, saat musim kering maka ada kiriman tangki air dari pemerintah yang datang setiap Senin dan Kamis.

Selain itu, desa ini terkenal dengan julukan Desa Idiot, karena banyaknya orang-orang keterbelakangan mental. Anak-anak di Desa Karangpatihan umumnya hanya sekolah sampai tingkat menengah pertama. Adapun Tumirah yang hanya lulusan SD, melanjutkan hidup dengan bertani lalu menikah.


Tidak semua warga desa menjadi buruh tani, ketika musim penghujan turun biasanya sungai yang terletak di perbatasan menuju Tretes tidak lagi kering. Air hujan yang turun akan membawa turun bebatuan dari gunung. Hal ini dimanfaatkan warga untuk mencari batu. Batu-batu dikumpulkan sampai cukup untuk muat satu truk, satu truk batu dihargai tiga ratus ribu rupiah. Padahal untuk mencari batu sebanyak itu dibutuhkan waktu dua sampai tiga hari. Uang tiga ratus ribu pun dibagi sesuai dengan jumlah pencari batu, umumnya dua sampai empat orang.

Setelah perbincangan singkat di rumah Mariyem, malam harinya perhelatan dari Fakultas Ilmu Komunikasi pun digelar. Peringatan Maulid Nabi. Acara dipandu oleh Yolanda dari Fakultas Ilmu Komunikasi dan seorang warga, Eko Mulyadi. Setelah dibuka oleh sambutan dari wakil Universitas Tarumanagara yakni Kepala LPKM; Basuki acara dilanjutkan dengan ceramah dari Kyai Imam Sukadi.

Ceramah dari Pak Kyai Imam menekankan bahwa segala sesuatunya harus disyukuri. Adapun dua hal yang harus dilakukan, yang pertama adalah sering tersenyum, karena wajah yang berseri-seri akan membawa berkah bagi orang lain, yang kedua adalah bertutur kata yang indah.


Setelah itu ada ceramah dari Ulfah Nurfauziah, mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi yang bertindak sebagai ustadzah. Ceramah Ulfah yang walaupun kurang pandai berbahasa Jawa namun mampu membuat para penonton terhipnotis dan antusias. Belum lagi nyanyian-nyanyian dan pantun yang diselipkan diantara ceramahannya.

Empat amanah Nabi Muhammad yang disampaikan Ulfah adalah mencintai anak yatim piatu, berbakti kepada orang tua, selalu bersyukur, dan rajin membaca shalawat. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan beberapa sambutan dari Kepala Desa, dari wakil warga lalu ditutup dengan pemutaran film Laskar Pelangi.
Helatan Fakultas Ilmu Komunikasi malam itu sukses besar. Penonton yang berjumlah hampir enam ratus orang menikmati ceramah yang diberikan dan pemutaran film. Semoga acara kecil yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi malam itu akan dikenang selalu di dalam hati warga Desa Karangpatihan. (Chrestella)

Angket Kemajuan dan Diskusi Bersama Mahasiswa

Hujan Saran dan Kritikan Blak-blakan

Apakah ada yang familiar dengan istilah Forum Komunikasi (atau yang biasa disebut Forkom) atau Mimbar Mahasiswa yang sering diadakan oleh lembaga legislatif di Universitas Tarumanagara? Hmm.. Forkom atau Mimbar Mahasiswa itu merupakan salah satu program kerja rutin yang bertujuan untuk menyalurkan aspirasi mahasiswa-mahasiswi secara langsung kepada pimpinan fakultas, seperti Dekan, Pudek, Kepala Jurusan, sampai dosen.
   
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara (DPM Fikom Untar) yang baru memasuki periode pertama juga tidak mau kalah pastinya. Bedanya, DPM Fikom menyebut Mimbar Mahasiswa sebagai Diskusi Bersama Mahasiswa Dengan Pimpinan.


Agar diskusi lebih terarah, pada tanggal 22-23 Februari lalu, Tim Pelaksana Angket Kemajuan menyebar angket berisi 6 pertanyaan terbuka mengenai fasilitas, kegiatan belajar mengajar, dan lembaga kemahasiswaan kepada mahasiswa dari berbagai angkatan yang dipilih secara random.
Selanjutnya, dalam kegiatan Diskusi Bersama Mahasiswa Dengan Pimpinan Fikom Untar yang diadakan tanggal 10 Maret 2010 di Ruang 1106A-B, mahasiswa boleh menyalurkan apapun aspirasi mereka berupa saran, kritik, atau sekedar ingin bertanya kepada para undangan yang terdiri dari Ir. Ign. Haryanto, M.M. selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Eko Harry Susanto, M.Si. selaku Dekan, Drs. Widayatmoko, M.M. selaku Pudek, Drs. Suherman Kusniadji dan Genep Sukendro, S.Sos. selaku Binma, Dra. Riris Loisa, M.Si. selaku perwakilan dosen tetap, dan Djoko selaku Kepala Tata Usaha.

Diskusi berlangsung hangat dan menyenangkan karena komunikasi berlangsung 2 arah. Pertanyaan dari mahasiswa didominasi oleh kinerja dosen, fasilitas, dan kebersihan lingkungan Fikom. Ada pula usulan mengenai pengisian KRRS online yang juga menjadi permasalahan di fakultas lain. Pihak pimpinan Fikom patut mendapatkan apresiasi karena keterbukaannya dalam menanggapi aspirasi mahasiswa yang kritis, namun tetap menghargai aturan dan etika menyampaikan pendapat di muka umum sebagai kaum intelektual.

Kegiatan Angket Kemajuan dan Diskusi Bersama Mahasiswa Dengan Pimpinan Fikom Untar diharapkan mampu mengidentifikasi permasalahan umum yang terjadi di Fikom Untar melalui sudut pandang mahasiswa Fikom serta mencapai suatu solusi antara pimpinan dan mahasiswa Fikom Untar demi kelancaran proses perkuliahan di masa sekarang dan masa yang akan datang. (Novena)

Seperti Oranye

Halo, teman-teman mahasiswa! Akhirnya majalah kampus kepunyaan kita terbit juga. Pasti banyak yang menanti-nanti. Namun, juga ada yang bertanya-tanya apa itu Oranye.

Sebagai anak komunikasi, tentu kita memahami pentingnya arti sebuah media. Media untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang tak terbatas jumlahnya dan heterogen. Nah, memahami arti penting itu, Fikom Untar patut memiliki sebuah media yang menjadi gudang informasi bagi mahasiswanya. Oranye akan memahami itu dengan kemasan semenarik mungkin dalam penyajiannya. Maka, buah oranye dirasa paling cocok untuk mewakili pentingnya media di Fikom Untar.





Buah Oranye! Lihatlah bentuknya yang bulat, menandakan bulatnya tekat kita dan tiada putusnya semangat kita. Warnanya pun begitu menggairahkan dan mempesona jika dilihat dari luar. Namun, tak hanya tampilan yang menarik, isinya juga menjanjikan, penuh sari, dan kuat pada rasanya yang khas. Majalah Oranye diharapkan dapat mewakili nilai positif buah oranye. Konten majalah ini diharapkan berisi dan kuat, dengan penampilan yang meyakinkan.

Terbitan pertama akhirnya diluncurkan diharapkan kalian dapat membaca Majalah Oranye tak sekedar membaca, tetapi menjadi media yang berguna dan bisa mewakili hatimu sebagai mahasiswa ilmu komunikasi. Figur Pak Eko, Pak Dekan Fikom Untar akan mewarnai rubric Sorot Sosok edisi pertama Oranye. Temui juga rekomendasi tempat makan sekitar kampus yang murah meriah. Beberapa kegiatan kampus juga dilaporkan dalam rubrik Reportase, Feature, dan Teropong Fikom

Akhir kata, selamat membaca dan semangat untuk berprestasi. Jika, ada kesalahan, kami menerima kritik dan saran,kok… Jangan lupa kirim tulisan kamu ke Majalah Oranye. Dengan senang hati, Orang Oranye menerimanya.

Redaksi (Orang Oranye)

Perut VS Dompet

Perut laper.. Kantong menipis.. Bingung mau makan apa? Jangan bingung! Di Untar banyak makanan yang ramah dompet, dan di sini kita mau kasih rekomendasi khusus buat kalian untuk mengisi perut sampai kenyang tanpa harus menguras isi dompet. Selamat membaca dan mencoba rekomendasi Orang Oranye.




1.    Soto Marem
Dari pintu kecil, kalian ke arah kanan, dan kalian akan nemuin soto berspanduk kuning dengan tulisan “Soto Marem”. Di sana ada berbagai macam soto, dari yang berkuah bening hingga santan. Pilihan isinya juga beraneka ragam. Ada soto ayam, babat, dan juga daging. Ga cuma ada soto di sana, ada juga nasi goreng dan masih banyak lagi.
Minuman favoritnya adalah es jeruk campur kelapa. Harganya juga sesuai dengan kantong mahasiswa. Pokoknya mantap deh.

2.    C3
Di sini ada banyak banget jenis pilihan makanannya. Dari bakmi, nasi goreng, chicken Jordan hingga sapi lada hitam, dan tentunya masih banyak pilihan di sini. Harganya juga relative murah. Kantong gak akan langsung kempes kalau makan di sini.

3.    Ayam bakar Ojolali
Hmh… ayam bakar di sini memang rasanya maknyus… disediakan dengan pilihan nasi putih atau nasi uduk, dan juga ada tambahan kremes yang kriuk-kriuk. Lengkap sudah makanan kalian kalau makan di sini.

4.    Chic ‘n Chiz
Kalau di sini, makanannya lebih ke ala cafe. Mulai dari french fries, spaghetti, sampai chicken cordon blue. Tempatnya juga ga kalah enak plus nyaman. Jadi ga ada salahnya nyoba di sini.

Tuh kan, ternyata cukup banyak juga tempat makan di sekitar kampus kita yang murah-murah. Selain empat tempat di atas, masih banyak lagi tempat makan yang harganya terjangkau.  So, selamat mencoba, yah, rekomendasi dari kita. Pasti puas deh kalau makan makanan di sekitar Untar. (Maria Fransiska).

Seminar Advertising That Inspiring

 Ikut Seminar, Sambil Lirik Lowongan

Wanita muda dengan tampilan blezernya yang rapi, dan beberapa cowok dengan sepatu pantovel, celana catoon, dan kemeja rapi tampak duduk manis di auditorium lantai 8 Gedung M, Kampus I, Untar, pada Rabu, 10 Maret yang lalu. Di sana diadakan suatu seminar yang berjudul ”Advertising that Inspiring” dengan Adji Watono (Presiden Direktur Perusahaan Periklanan Dwi Sapta) sebagai pembicaranya. Seminar yang membahas tentang bagaimana cara mengelola suatu perusahaaan iklan ini berjalan dengan sangat baik. Hal ini terlihat dari antusiasme mahasiswa yang mengikutinya.





Selain seminar iklan, juga diadakan seminar persiapan mencari kerja. Juga terdapat beberapa perusahan ternama di Jakarta yang membuka stand untuk pencari kerja. Makanya, banyak yang berpakaian rapi di sini. Ternyata sembari mengikuti seminar, mereka juga ingin mencari pekerjaan.

”Mahasisiwa bisa mengenal lebih dekat tentang kiat kerja di perusahaan iklan”, kesan Dekan Fikom, Dr. Eko Harry Susanto, M.Si., yang ditemui di ruangannya. Dia yang hadir dalam seminar ini, juga menuturkan pentingnya acara ini bagi mahasiswa Fikom, ”Acara ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang dunia periklanan yang tidak pernah sepi dalam eksistensi bisnis di Indonesia.”

Selanjutnya, Pak Dekan dengan senang hati mengundang Direktur Perusahaan Periklanan Dwi Sapta untuk berbagi pikiran di Fikom Untar yang diadakan tanggal 25 Maret 2010. Apakah kamu gabung?(Ebel dan Ranny)

Prokom (Profesi Komunikasi)

Menjadi Insan Advertising

Seringkali beberapa dari kita memutar saluran televisi ketika film atau acara yang kita tonton diinterupsi oleh iklan, tanpa menyadari bahwa iklan dapat menjadi profesi yang menjanjikan bagi masa depan. Dalam perkuliahan dasar – dasar perilklanan dijelaskan bahwa kegiatan periklanan sudah dilaksanakan sejak zaman peradaban Yunani kuno dan Romawi kuno (Eddy, 2009). Tujuan dasar iklan pada awalnya adalah untuk membantu kelancaran jual – beli dalam masyarakat. Namun sekarang dapat kita lihat bahwa periklanan telah menjadi salah satu profesi yang berpotensi untuk meraih keuntungan yang tidak sedikit. Berbicara mengenai keuntungan,salah satu acara di trans TV dapat meraup Rp. 5,5 juta dengan pemasangan iklan hanya selama 30 detik (www.kaskus.us).



Tampilan iklan pada awalnya menggunakan media cetak sebagai salurannya, sebelum ditemukannya media elektronik dan media baru (internet). Ketika mesin cetak ditemukan oleh Johann Guttenberg (1450), iklan mulai digunakan untuk kepentingan komersial. Sekarang (2010), setelah telah ditemukan media elektronik yakni televisi dan radio, juga internet, ruang lingkup periklanan menjadi lebih luas lagi. 

Iklan bersifat fleksibel, karena itu periklanan juga sudah merambah ke dunia politik sekarang ini. Contoh paling nyata dapat kita lihat ketika pemilihan presiden (pilpres) ataupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Iklan yang muncul di media cetak maupun elektronik sudah tidak dapat dihitung lagi frekuensi tampilannya. 

Pada angkatan 2007, peminatan periklanan tampaknya menjadi peminatan paling favorit. Mahasiswa Fikom Untar. Paradigma masyarakat luas mengenai dunia periklanan terlalu sempit dengan mengatakan bahwa pekerjaan dalam dunia periklanan hanya tentang memamerkan produk dan menjualnya kepada konsumen. Pandangan tersebut dibuktikan salah dengan periklanan yang mempunyai lapangan pekerjaan sebagai berikut :

(1) Account Executive yang bertugas menjembatani antara klien suatu biro iklan dengan departemen – departemen lainnya dalam biro iklan tersebut. 
(2) Strategic Planner yang membantu departemen kreatif untuk memecahkan masalah pemasaran iklan yang sudah diproduksi.
(3) Creative sebagai ‘dapur’ daripada suatu biro iklan yang artinya proses teknis pembuatan iklan dilakukan disini. 
(4) Media yang bertanggung jawab memberikan solusi kepada klien berkaitan dengan biaya pemasangan iklan klien di media massa. 
(5) Research yang memberikan masukan kepada biro iklan mengenai perilaku konsumen.
Beberapa departemen dalam biro iklan di atas hanya segelintir dari bagian periklanan. 

Kita sebagai mahasiswa/i ilmu komunikasi tidak perlu khawatir akan ketakutan bahwa lapangan kerja akan penuh. Bukankah beberapa tulisan di atas sudah menggambarkan betapa luasnya potensi periklanan sebagai bidang tempat kita berkarir di masa depan? Jadi mulailah bermimpi dan berkarya! (Bun)