Pages

Jumat, 31 Januari 2014

Tradisi Menjelang Tahun Baru Imlek

Tahun baru Imlek merupakan perayaan yang hampir diikuti oleh seluruh masyarakat keturunan Tionghoa di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Meskipun etnis Tionghoa di Indonesia termasuk kelompok minoritas, namun tidak mempengaruhi semangat para keturunan Tionghoa untuk menyambut perayaan tahun baru Imlek. Nah, berikut ini ada beberapa tradisi yang biasa dilakukan oleh etnis Tionghoa dalam menyambut tahun baru Imlek.

Baju Merah
Sebagian besar etnis Tionghoa percaya bahwa memakai baju merah pada saat tahun baru Imlek akan mendatangkan keberuntungan. Selain baju, berbagai aksesoris seperti hiasan juga berwarna merah.

Kue Lapis? Ratusan! 
Kue lapis merupakan kue yang wajib dihidangkan di meja ketika perayaan tahun baru imlek. Menurut kepercayaan etnis Tionghoa, kue lapis akan mendatangkan rejeki yang berlapis-lapis alias rejeki yang melimpah.



Banyak Jeruk
Jeruk juga wajib dihidangkan pada saat tahun baru imlek. Jeruk memiliki warna oranye yang dilambangkan sebagai emas, sehingga diharapkan dapat mendatangkan kekayaan. 

Bersih-bersih!
Menyambut tahun baru Imlek, ada kebiasaan untuk bersih-bersih rumah. Hal ini dikarenakan pada saat hari Imlek tidak diperkenankan untuk menyapu atau membersihkan rumah. Menyapu rumah pada saat tahun baru Imlek dianggap membuang rejeki sehingga bersih-bersih rumah dilakukan sebelum tahun baru Imlek.

Berdoa
Malam tahun baru Imlek sebagian besar etnis Tionghoa melakukan sembahyang kepada leluhur dan kepada para dewa. Sembahyang biasa dilakukan di vihara atau di klenteng sebagai wujud syukur dan pengharapan yang lebih baik di tahun depan.


Angpao 
Bagi-bagi angpao atau hong pao adalah hal yang paling ditunggu oleh anak-anak kecil atau orang yang belum menikah karena di dalam amplop merah itu terselip sejumlah uang yang diberikan oleh orang atau anggota keluarga yang sudah menikah.(anna)





Sabtu, 18 Januari 2014

KPI Bekerjalah Demi Kepentingan Publik

Siaran televisi sejatinya adalah milik publik karena menggunakan frekuensi publik yang jumlahnya terbatas. Tentunya, siaran televisi yang mengambil ranah publik seharusnya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi publik. Sayangnya, praktik di lapangan menunjukkan sebaliknya. Siaran televisi justru "disetir" oleh pemilik media demi kepentingan politik maupun ekonomi pemilik media. 

Dorong KPI Bekerja
Sama seperti sumber daya lain yang terbatas, saluran publik juga memerlukan pengawas. Di Indonesia lembaga yang berwenang mengawasi kegiatan penyiaran adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sayangnya, KPI seoah tunduk pada kepada para pemilik media dan melakukan pembiaran terhadap penggunaan media sebagai alat kampanye terselubung.

Pada hari Kamis (16/1) berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat umum yang tergabung dalam Frekuensi Milik Publik (FMP) melakukan long march dari Bundaran HI menuju kantor KPI. Aksi ini untuk mendorong KPI memberikan sanksi bagi media penyiaran yang dipolitisasi oleh pemilik media. Media tersebut di antaranya adalah RCTI, MetroTV, TVOne, dan beberapa saluran skala nasional lain. Dalam aksinya, massa FMP sempat singgah di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika dan melakukan orasi singkat. 

Surat pernyataan yang telah ditanda tangani oleh 7 petinggi KPI
Beberapa massa memakai atribut topeng

Kado raksasa yang 

Petinggi KPI menyambut massa FMP


Bentuk protes dalam topeng

Protes Politisasi  media