"Miss, aku capek...." ujar murid les-ku di suatu sore. Aku hanya bisa diam, dan menyuruh murid kecilku itu untuk sabar. Terus terang aku bingung harus bilang apa. Aku bisa membayangkan betapa lelahnya muridku itu mengikuti beberapa les setiap sepulang sekolah, hampir setiap hari.
Pelajaran tambahan atau yang dikenal dengan les atau kursus memang bukan hal baru di Indonesia. Para orangtua berlomba-lomba mengikutsertakan putera-puteri mereka pada kursus-kursus tertentu. Fenomena itu semakin terasa kala anak-anak mereka memasuki masa Ujian Akhir Nasional (UAN). Selain les bidang mata pelajaran, ada pula les bidang kesenian. Misalnya, kursus menari balet, piano, gitar, drum, biola,dsb.
Tentu saja para orangtua memiliki harapan tinggi pada anak-anaknya. Mereka pasti berharap anak-anak berprestasi di dalam atau luar sekolah. Salah satu cara "membentuk" generasi yang berprestasi itu adalah dengan mengikutsertakan anak-anak mereka dalam kursus-kursus tertentu, sayangnya belum tentu diminati si anak. Belum lagi, les itu memenuhi jadwal si anak sepulang sekolah, hampir setiap hari. Akibatnya, si anak pun kelelahan dan seakan-akan kehilangan keceriaan masa kecilnya. Sedangkan para orang tua mereka terlihat sangat bangga telah mendaftarkan anaknya ikut les ini itu.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa les/kursus adalah sesuatu yang buruk. Tentu saja les/kursus memiliki banyak manfaat baik, mengisi waktu anak dengan hal berguna. Apalagi bila les/kursus tersebut sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan si anak. Hanya saja, jangan sampai para orangtua mengikutsertakan putera-puteri mereka di kursus tertentu hanya untuk prestise semata. Masa kecil mereka terlalu berharga untuk dikorbankan. (Eil)
Catatan Seorang Guru Les
Title: Catatan Seorang Guru Les
Author: Oranye Fikom Untar
Rating 5 of 5 Des:
Author: Oranye Fikom Untar
Rating 5 of 5 Des:
"Miss, aku capek...." ujar murid les-ku di suatu sore. Aku hanya bisa diam, dan menyuruh murid kecilku itu untuk sabar. Terus tera...
Posting Komentar