Acara
Seminar Nasional “Karpet Merah Untuk Ekonomi Hijau” baru akan
dimulai pukul 09.00 pagi. Namun, sejak pukul 08.00 para peserta sudah
mulai memadati Hall A Plaza Bapindo Lantai 9, tempat
berlangsungnya seminar. Tepat pukul 09.00, MC membuka acara yang kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari
perwakilan Kemitraan (Partnership).
Seminar masuk ke
sesi pertama yang bertemakan “REDD+ Sebagai Upaya Indonesia Menuju Ekonomi
Hijau” dengan menghadirkan 3 pembicara antara lain Kelompok Kerja
Strategis Nasional REDD+, Mubariq Ahmad dari Tim Telaahan Strategis
Sekretariat, Sarwono Kusumaatmadja, dan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan
Tengah, Sipet Hermanto. Sesi ini dimoderatori Wimar Witoelar dari Yayasan
Perspektif Baru.
Perlu diketahui, REDD+ merupakan akronim dari Reducing Emissions
from Deforestation and Forest Degradation, adalah suatu langkah yang mampu
menjembatani ekonomi hijau di Indonesia. Mubariq Ahmad mengakui, saat ini REDD+ masih belum memiliki kelembagaan dan payung hukum akibat
beberapa alasan, salah satunya adalah kekhawatiran adanya tumpang tindih
kewenangan antarinstansi.
Selanjutnya, Sarwono menyatakan, ekonomi
hijau mampu menghadirkan Competitive
Advantage bagi ekonomi Indonesia di kancah internasional. Menurutnya lagi,
ekonomi hijau ini sangat sesuai dengan karakter sumber daya alam Indonesia. Beliau sempat mengkritisi janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di
panggung internasional yang menyatakan komitmen pengurangan emisi sebesar 26%
dengan kekuatan sendiri dan 41% dengan kerjasama internasional pada tahun 2020.
Menurutnya, penyampaian itu tidak disertai pemaparan matematis dari mana angka
itu (26% dan 41%) didapat.
Sesi pertama diakhiri dengan
tanya jawab yang disambut antusias oleh para peserta seminar. Namun, karena
keterbatasan waktu tidak semua pertanyaan dapat ditampung. Acara kemudian dilanjutkan
dengan sesi kedua yang bertemakan “Menyingkirkan Benalu dari Pohon Ekonomi
Hijau”.
Pada sesi kedua hadir Martua Sirait dari Dewan Kehutanan Nasional, Rifqi Assegaf dan Asisten Deputi 6
Bidang Hukum UKP4 dan Direktur Eksekutif WALHI, Abetnego Tarigan. Sesi
kedua berfokus pada pemanfaatan hutan yang sering menjadi sengketa
antara pengusaha dengan warga lokal. Martua Sirait menggambarkan
ketimpangan tata kelola hutan di Indonesia dengan data statistik dimana hanya
0.25 juta hektar kawasan hutan yang boleh dikelola masyarakat sedangkan 35,8
juta hektar diperuntukkan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Penguasa
Hutan (HPH).
Dari Kiri ke kanan : Martua Sirait dari Dewan Kehutanan Nasional, Rifqi Assegaf selaku Asisten Deputi 6 Bidang Hukum UKP4 dan Direktur Eksekutif WALHI, Abetnego Tarigan |
Sedangkan Rifqi Assegaf berfokus
pada penyelesaian masalah sengketa lahan yang ditangani secara ad-hoc atau kasus per kasus sehingga
tidak mampu menyentuh akar persoalan selama ini. Selain itu, menurutnya
penyelesaian sengketa lahan juga cenderung sektoral.
Walaupun berlangsung
selama 4 jam, antusias para peserta tetap tinggi hingga akhir acara. Sesekali Wimar Witoelar mengeluarkan celetukan yang mengundang tawa dari peserta. Oranye menutup tulisan ini dengan satu kalimat yang diucapkan oleh Wimar bahwa sesuatu yang benar harus terus disampaikan berulang-ulang.
(Willy/Bima)
Posting Komentar