Indonesia merupakan salah satu negara dengan suku
bangsa dan etnis paling beragam di dunia. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat
ratusan suku bangsa dan etnik serta bahasa yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Perbedaan tersebut disatukan dalam satu dasar negara yakni Pancasila yang
tercermin dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika di kaki Garuda Pancasila.
Keberagaman suku bangsa ini terlihat di Universitas
Tarumanagara khususnya Fakultas Ilmu Komunikasi. Hal itu terlihat dari beragamnya
asal daerah mahasiswa/i Fikom Untar. Tidak hanya dari daerah sekitar Jakarta
saja, para mahasiswa Fikom juga datang dari berbagai daerah di Indonesia. Perbedaan ini menimbulkan satu
pertanyaan, bagaimana cara kita menyikapi perbedaan tersebut?
“Justru karena perbedaan
tersebut harusnya kita bisa lebih saling menghargai dan menjadikan perbedaan
sebagai kekuatan bangsa Indonesia, Semuanya kembali lagi kepada diri kita
sendiri, apakah tingkah laku kita sudah mengacu pada semboyan (Bhineka Tunggal
Ika) tersebut?” terang Andy Corry, salah seorang Dosen Pengajar di
Fakultas Ilmu Komunikasi universitas Tarumanagara.
Andy Corry |
Lebih lanjut, Dosen yang juga mengasuh Mata Kuliah
Filsafat Komunikasi dan Komunikasi Antar Pribadi ini mengatakan bahwa mahasiswa
dewasa ini dituntut untuk berpikir kritis sehingga isu-isu yang belum pasti
kebenarannya tidak menjadi provokasi.
Florencia, salah satu Mahasiswi Fikom Untar yang
berasal dari Nusa Tenggara Timur tepatnya Pulau
Flores menyatakan bahwa, toleransi antar mahasiswa baik yang pendatang
maupun yang berasal dari Jakarta merupakan kunci dapat terjalinnya hubungan
yang harmonis. Dia mengaku tidak kesulitan untuk bersosialisasi dengan mahasiswa
Fikom Untar. Lebih lanjut lagi, Mahasiswi angkatan 2011 ini mengatakan tidak
pernah merasa didiskreditkan oleh teman seangkatan, senior maupun dari dosen
pengajar karena asalnya yang berbeda.
Beradaptasi dengan
Lingkungan Baru
Mahasiswi yang akrab disapa Cha-cha ini menyarankan
mahasiswa/i baru yang berasal dari luar Jakarta untuk mempelajari budaya
Jakarta namun tidak meninggalkan jati dirinya. Senada dengan Cha-cha, Mahasiswa
Fikom Untar lainnya, Andrew Aditya Chandra menambahkan mahasiswa/i baru
sebaiknya bergaul dengan berbagai macam orang agar mampu menghadapi dunia
global. Andi Corry menutup dengan pepatah “Dimana
bumi dipijak disitu langit dijunjung” yang berarti dimanapun kita berada kita
harus bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Saatnya
Bhineka Tunggal Ika diamalkan dalam tindakan nyata. Perbedaan seharusnya
disikapi dengan bijak sebagai salah satu kekuatan bangsa. Bukan dipahami secara
sempit dengan mengkotak-kotakan seseorang berdasarkan suku, agama dan ras. “
Tidak ada satu budaya yang lebih superior atau inferior” tutup Cha-cha. (Willy/Jeje)
Posting Komentar