Kelompok EO FIKOM UNTAR 10
Wonders pada Sabtu, 15 Juni 2013 sukses menghadirkan orang nomor dua D.K.I.
Jakarta, Ir. Basuki Tjahaya Purnama, MM. (Ahok) dalam acara talkshow bertema “Becoming Good PR with
Ahok”, bertempat di Auditorium lantai 4, Gedung Utama, Kampus I Untar.
“Saat saya pertama kali lihat
proposal dari FIKom. Becoming Good PR,
waah..saya pikir, salah orang ini,” celoteh Ahok di muka.
Acara yang dimoderatori News Presenter
Berita Satu Kenia Gusnaeni ini tidak hanya dihadiri oleh mahasiswa/i FIKom,
pelbagai kalangan non-Untar, hingga pejabat tinggi Untar seperti Rektor Untar
Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, M.Sc., Ph. D., dan Ir. Ciputra pun turut
memenuhi bangku auditorium.
Menjadi PR yang baik kata Ahok,
kuncinya ialah menyamakan pemikiran, nurani dan perkataan yang dikeluarkan.
“Ini yang musti disetel. Orang bisa
ngomong lancar karena dia konsisten dengan perkataan, pengetahuan dan
nuraninya.”
Ahok mengakui bahwa ia
sebenarnya bukan PR yang baik, “saya ini biasanya, ngomong dulu baru mikir.
Keluar dulu omongannya baru mikir, tadi gue ngomong apa ya?”
Namun begitu, Ahok menjelaskan
bahwa “ngomong dulu baru mikir” ini ada syaratnya. Syaratnya ialah berani
mengatakan yang benar. Kuncinya adalah suara hati, berkata apa adanya.
Mengaku Gila
Di sela talkshow, Ahok juga
beberapa kali mengungkapkan isi hatinya (curhat). Ada masa di mana Ahok sering
merenung sendirian di bawah pohon.
Istrinya yang melihat sering
bertanya, “sudah gila ya?” “Belum. Belum gila, baru pura-pura gila,” jawabnya. Yang
disambut gelak tawa hadirin.
Kenangan lain bersama istrinya
yang ia ungkapkan, salah satunya ketika ia dihadapakan kepada pilihan untuk
menang dengan suap saat PilGub Bangka Belitung. “Dasar Istri saya ini emang
anak sekolah minggu banget.” Dari atas Vero, istrinya menjawab “Terserah.
Terserah kamu mau jadi murid Yesus atau murid Barabas?!” katanya kemudian lari
pergi.
Beberapa kali, Ahok juga bernostalgia tentang ayahnya. Ia menceritakan bahwa ayahnya sudah menempa ia menjadi seorang pengusaha sejak kecil. Satu pesan sang ayah yang selalu terngiang dalam ingatannya, "kalau kamu mau bantu orang, jadilah pejabat. Kalau kamu jadi pejabat, kamu bisa nolong orang pake uang negara bukan uang sendiri lagi." "Bener juga," celotehnya.
Komitmen Jokowi-Basuki
Terkait pemberitaan miring
seputar gaya kepemimpinannya yang lantang dan terkesan galak, Ahok mengaku
tidak peduli pendapat orang lain. “Kami (Jokowi dan Ahok) taat pada konstitusi,
bukan konstituen,” tegasnya.
“Kalau partai dan organisasi
kami ga takut. Yang kami takutkan,
kami menyimpang dari konstitusi. Kami yakin, selama bisa menjalani sesuai
konstitusi maka ada saja yang pasti mendukung. Tooh kalau kita benar,
orang-orang juga bisa lihat nantinya. Biar malu yang tidak mendukung itu.”
Guna menjaga keharmonisannya
dengan Gubernur D.K.I. Jakarta Joko Widodo, Ahok menyatakan dirinya tidak
pernah merasa satu paket dengan Pak Gubernur. “Kalau mikirnya satu paket, jadinya
kalau dia bagus itu berkat usaha saya juga. Kalau dia naik, saya juga harus
naik, seperti itu.” Tambahnya, “saya justru selalu bilang bahwa saya ini Staf
Pribadi Jokowi.”
“Tidak ada pembagian kerja di
antara kami,” ujarnya. “Beliau (Jokowi) malah bilang kalau pak wagub mau ambil
90%, ambil saja, saya malah senang. Jadi kami selalu berusaha mengerjakan
semaksimal mungkin, sebanyak-banyaknya supaya tidak saling memberatkan. Apalagi
beliau kan juga sibuk. Kami juga saling terbuka. Kalau beliau sudah mengerjakan,
saya tidak perlu kerjakan. Demikian juga sebaliknya.”
Mengutip Laozi, Ahok menjabarkan ada 5 unsur negara yang harus ada, yakni pertahanan, makanan, wilayah, rakyat dan kepercayaan. "Kalau tinggal 4, buang pertahanan. Rakyat tooh bisa bertahan juga. Kalau tinggal 3, buang makanan. Kurangin makan masih bisa hidup. Kalau tinggal 2, buang wilayah. Contohnya waktu kita dijajah dulu. Ithu kan kita ga punya wilayah. Kalau tinggal 1, buang rakyat. Maksudnya orang Indonesia misalnya pindah ke Vietnam, jadi warga negara sana. Yang penting sisakan kepercayaan."
"Seperti kata pepatah China, daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan lilin." Demikian Ahok menanggapi antipati masyarakat akan kelamnya terjun ke dunia politik. "Permata walau terjun ke lumpur pun akan tetap permata."
Hingga akhir acara, masih
banyak pertanyaan yang ingin diajukan peserta. Ditambah antusias peserta
yang setia menunggu Ahok untuk berfoto bersama.
Siangnya, Ahok batal menghadiri
seminar di Universitas Bina Nusantara (Binus) karena harus segera menghadiri
penyerahan piala kejuaraan berkuda di Arena Pacuan Kuda Pulo Mas Jakarta
Timur.
(SIL) (Foto/TIK)
Posting Komentar