Tidak
ada yang menyangka, sebuah video trailer berdurasi 13 menit yang di-upload ke
youtube menjadi penyebab terbunuhnya Duta Besar Amerika untuk Libya, Christoper
Stevens. Video yang merupakan trailer dari film berjudul “Innocence of Muslim”
ini telah menyebabkan kerusuhan di Benghazi, Libya yang berbuntut dengan
terbunuhnya Dubes Stevens dan 3 orang staf Kedubes lainnya. Kejadian yang
terjadi pada selasa malam (9/11) ini menuai kecaman keras dari dunia
internasional.
Video bernuansa anti-muslim ini berisikan penghujatan kepada Nabi Muhammad. Film ini menggambarkan sang Nabi sebagai seorang penipu, lelaki hidung belang
yang lemah dan pendukung pedofil dan homoseks. Tidak heran, video ini langsung
menuai reaksi keras dari berbagai negara beragama mayoritas Islam seperti
Mesir, Yaman, Libya dan tidak ketinggalan Indonesia.
Ketua
Forum Ukhuwah Tarumanagara (FUT), Have Chandra mengaku marah dengan “Innocence of Muslim” ini. Menurutnya, film ini berusaha
menjatuhkan umat Muslim dengan penggambaran Nabi Muhamad yang tidak benar. Mengenai
protes yang terjadi di Lybia hingga menewaskan Dubes AS, pria yang juga
mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Untar ini menyalahkan sikap Pemerintah AS
yang lamban memberikan tindak lanjut ketika video ini muncul sehingga
memperparah ketegangan di wilayah Timur Tengah.
Mengenai
kondisi di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, pria berpostur tinggi ini
mengingatkan umat Muslim agar tidak terpancing melakukan kekerasan atau
anarkisme. “Kekerasan ga
dibenarkan, bolehlah kita menyerukan seruan kita, tetapi jangan sampai
melakukan kekerasan.”ujarnya.
Hal
serupa juga disampaikan oleh Reginald Irwandy, Ketua Perkumpulan Oikumene Universitas
Tarumanagara (POUT). Menurutnya, film seperti ini tidak bisa dijadikan referensi dalam menyikapi agama tertentu karena latar belakang film itu sendiri yang
tidak jelas. “Film ini tidak bisa menjadi referensi untuk menilai agama Islam” katanya. Menurutnya lagi, dalam film yang disutradarai oleh Sam Bacille
ini terdapat unsur politik yang berusaha menyulut ketegangan. Hal itu terlihat
dari sponsor biaya pembuatan film tersebut yang dikabarkan berasal dari kelompok tertentu.
“
Sebagai seorang mahasiswa DKV (Desain Komunikasi Visual), saya sangat mengerti
bagaimana media begitu mudah masuk dalam pikiran orang dan terkadang hal – hal
yang ada dalam media mudah menyulut (provokasi)” lanjutnya. Berdasarkan hal
itu, mahasiswa yang berpostur kurus ini juga menyarankan masyarakat agar
tidak terprovokasi.
"Innocence
of Muslim" menjelma bagaikan korek menyala yang menyulut ketegangan antarumat beragama. Mengambil
hikmah dari insiden di Bengahzi, mari kita sikapi film ini dengan kepala
dingin. Jangan kita memecah persatuan dan kesatuan kita seperti tujuan dari
para pembuat film tersebut. Eratkan tali persaudaraan kita di bawah Bhineka
Tunggal Ika. (Willy/Dewi Winu Wulan)
Posting Komentar