Oranye Fikom Untar Oranye Fikom Untar Author
Title: Filsafat Timur dari Lao Tzu
Author: Oranye Fikom Untar
Rating 5 of 5 Des:
Gambar: shaolin.org Salah satu filsuf ternama dari Negeri China, Lao Tzu, ternyata memiliki seorang guru bernama Chang Cong (Pin Yin: Qan...
Gambar: shaolin.org
Salah satu filsuf ternama dari Negeri China, Lao Tzu, ternyata memiliki seorang guru bernama Chang Cong (Pin Yin: Qang Zhong) . Lao Tzu adalah murid kesayangan Chang Cong. Dengan bimbingannya, Lao Tzu menjadi tokoh ajaran Taoisme yang terkemuka dalam sejarah peradaban China.

Suatu ketika Chang Cong menderita penyakit keras. Mendengar kabar itu, Lao Tzu datang menjenguk gurunya. Ternyata Chang Cong sudah mendekati akhir hidupnya.

“Guru, apa nasihat Guru kepada saya?” Tanya Lao Tzu.

“Tak perlu kau bertanya! Guru akan berpesan kepadamu,” kata Chang Cong.

“Apa itu?”

“Kamu harus turun dari keretamu ketika kamu melewati kampung halamanmu!” Ujar Chang Cong.

“Iya guru, itu berarti manusia tidak boleh melupakan asal usulnya!”

“Lalu, ketika kamu melihat pohon yang besar dan tinggi, kamu harus mengaguminya!” Lanjut Sang Guru.

“Ya…, ini berarti saya harus selalu menghormati orang yang lebih tua,” ujar Lao Tzu.

Dengan suara yang kecil dan berserak Chang Cong melanjutkan pesannya seraya membuka mulut dengan susahnya.

“Lihat lah ke dalam mulut guru, apakah kamu melihat lidah guru?” Tanya Chang Cong.

“Ya…, saya melihatnya!”

“Apakah kamu melihat gigi guru?”

“Tidak, saya tidak melihatnya, Guru!”

“Kamu tahu apa artinya?” Tanya Chang Cong.

“Ehmmm…, saya rasa…,” kata Lao Tzu sambil berpikir tentang sesuatu.

“Lidah tetap ada karena lunak dan lembut, sedangkan gigi bisa hancur karena keras…,” sambung Lao Tzu menjawab pertanyaan gurunya.

“Ya…, muridku, itu lah kearifan dunia. Tak ada yang bisa guru ajarkan lagi padamu. Hanya itu.” Kata Chang Cong menutup pembicaraan mereka.

Dan di kemudian hari Lao Tzu bersabda “Tak ada satu pun di dunia ini yang selembut air. Tak ada pula yang bisa mengunggulinya dalam melawan yang keras. Yang lunak dan lembut mengalahkan yang keras dan kuat. Hampir semua orang mengetahuinya. Namun, sedikit yang bisa menjalankannya.



_Shou Yuan (Abad I S.M.), diceritakan kembali berdasarkan karya Michael C. Tang.

________________________________________________________________________

Ehm, berdasarkan cerita tadi, makin pahamlah saya bahwa kita jangan pernah melawan kekerasan dengan kekerasan, seperti tawuran misalnya. Kekuasaan pun jangan pernah dilawan dengan anarkisme. Semuanya harus dihadapi dengan kelunakan cara perpikir kita dan hati yang lembut. Benar kata sebagian orang, anarkisme/kekerasan tak akan menyelesaikan masalah. Ternyata pernyataan ini sudah ada pada abad I S.M. Namun, benar juga kata Lao Tzu, tak banyak yang menjalankannya.

Intinya, segala sesuatu harus dihadapi dengan hati yang lembut. Jangan pernah keras kepala. Terlihat feminimisme tampaknya bagi kebanyakan kaum laki-laki, tetapi mengapa tidak kita belajar dari itu. Boleh kan kita ambil yang positifnya? Ma
ka, hidup akan dilewati dengan indah dan lancar layaknya gemercik air mengalir menerpa bebatuan di sungai. (Suwito)

About Author

Advertisement

Posting Komentar

 
Top