Oranye Fikom Untar Oranye Fikom Untar Author
Title: Ceritaku dari Persimpangan
Author: Oranye Fikom Untar
Rating 5 of 5 Des:
Aku berada di persimpangan jalan.. “Aku belok kiri,” kataku sembari mengarahkan jalanku ke sebelah kiri.. “Kau Gila !!” kata mereka. “Jelas-...
Aku berada di persimpangan jalan..
“Aku belok kiri,” kataku sembari mengarahkan jalanku ke sebelah kiri..
“Kau Gila !!” kata mereka. “Jelas-jelas jalan sebelah kanan lebih indah, dan nyaman, dan lebih luas! Untuk apa kau sok-sokan belok ke kiri?”
“Ya, memang, lebih nyaman dan lebih indah, namun bukankah jalan itu penuh sesak oleh kerumunan manusia, sehingga untuk dapat lewat saja, kau harus menginjak-injak manusia lain?” kataku lagi.
“Halah! Kau bodoh, kau gila! Aku tidak memikirkan hal itu. Lagipula untuk apa? Yang penting kita bahagia, persetan dengan manusia –manusia lain!”
“Kau katakan aku gila?” tanyaku.
“Ya, kau gila. Kau gila dan juga cukup bodoh untuk sok-sokan perduli dengan manusia lain. Kutegaskan lagi, persetan dengan manusia lain!!”
“Hahaha. Lihat siapa yang gila sekarang,” kataku, “Bukankah kau manusia? Namun kau yang manusia itu tidak peduli dengan sesamamu manusia?”

“Kawanku,” katanya sambil terbahak, “Tidakkah kau pernah mendengar ungkapan terkenal itu, homo homini lupus? Manusia adalah serigala bagi sesamanya manusia. Jangan bodoh. Masak ungkapan seterkenal itu kau tak pernah dengar! Hahaha!”
Serta merta aku tak dapat menahan bahakku. “HAHAHAHAHA!! Kau bodoh sekali kawanku, kau sungguh bodoh. Betapa kau mengikuti ungkapan itu, bahwa manusia adalah serigala? Serigala, anjing hutan itu!! Hahaha....Aku tahu kau memang bukan manusia. Kau anjing !!”
“Hei !!” bentaknya marah, “Jaga ucapanmu!!”
“kenapa harus kujaga ucapanku? Kau yang merendahkan identitasmu sebagai manusia dengan menjadi serigala bagi sesamamu manusia, dengan menjadi anjing!!”
Ia terdiam. Pucat. Malu.

“Manusia adalah manusia,” kataku melanjutkan, “dan harus konsisten sebagai manusia! Jangan menganjingkan dirimu yang manusia itu! Manusia yang seutuhnya manusia, seyogyanya menjadi manusia yang dapat memanusiakan sesamanya manusia. “ “Jadi, kau anjing atau manusia?”
Ia tetap terdiam. Pucat. Malu. Namun rupanya bodoh dan egoisnya tetap menguasainya. Terdiam lama, ia hanya menjawab, “Kau bodoh, kau gila.”

Ah, rupanya aku adalah si waras yang dianggap gila oleh si gila yang menganggap dirinya waras. (Jesse Adam)

About Author

Advertisement

Posting Komentar

  1. waah bagus ceritanya, simple tp bermakna :)
    tp kayaknya lebih bagus kalo penulis mau nulis pendapatnya setidaknya pesan yg dapat diambil dr kisah..
    however, like this :)

    BalasHapus

 
Top